Sama-sama Hitung Cepat, Apa Beda Quick Count dan Exit Poll?
BeritaTemanPelangi- Usai pemungutan suara, yang ditunggu adalah hasilnya. Pemilu 2019 bukan perkecualian, apalagi untuk pemilihan presiden (pilpres).
Nah, karena perhitungan resmi menggunakan sistem berjenjang, penantian hasil akan terasa terlalu rama. Kurang gereget.
Maka, hitung cepat jadi pilihan cara untuk secepat mungkin mengetahui hasil pemilu, sekalipun tidak dapat dinyatakan sebagai hasil resmi.
Masalahnya, hitung cepat juga punya cara tak tunggal. Ada dua cara yang dikenal luas, yaitu quick count dan exit poll. Apa bedanya?
Quick count vs exit poll
Peneliti Founding Fathers House (FFH) Dian Permata menjelaskan, quick countsebenarnya adalah alih bahasa penyederhanaan dari metode parallel vote tabulations(PVT).
“Dalam konteks pemilu di Indonesia, quick count adalah metode hitung cepat dengan mengambil tempat pemungutan suar a (TPS) sebagai sampel. Basis respondennya adalah formulir C1 plano, alias hasil perhitungan suara di TPS yang menjadi sampel,” papar Dian, Rabu (17/4/2019).
Adapun exit poll, lanjut Dian, menggunakan pemilih yang selesai menggunakan hak pilih di bilik suara sebagai basis responden, sekalipun tetap sampelnya adalah TPS.
“Jadi, di exit poll, peneliti memilih secara random pemilih yang keluar dari bilik suara, sudah selesai memilih, satu laki-laki dan satu perempuan, yang disodori sejumlah pertanyaan seperti ‘Puas dengan pemilu?’, lalu ditanya lagi ‘Siapa yang tadi dipilih?’. Begitu,” tutur Dian.
Beda lagi dengan real count
Nah, kalau bicara hitung cepat dan perhitungan hasil pemilu, ada satu lagi istilah yang sering terdengar, yaitu real count.
“Kalau real count, itu basis respondennya betul-betul adalah angka dari C1 plano yang sudah dikumpulkan di tingkat nasional. Harus 100 persen C1 plano telah terkumpul secara nasional, bukan lagi sampel,” ungkap Dian.
Cara perhitungan ini, imbuh Dian, sama sekali berbeda dengan quick count dan exit poll. #WebsiteTerpercaya
Metodologi
Dian menegaskan, baik quick count maupun exit poll memiliki akar ilmu yang sama, yaitu statistika. Di luar perbedaan dalam definisi dan basis responden, teknik penarikan sampel (sampling) kedua cara itu ya ibarat satu guru, satu ilmu.
Misal, ujar Dian, untuk konteks Pemilu 2019, ada sekitar 810.000 TPS dan 80 daerah pemilihan (dapil). Maka, sampel yang ditarik harus dihitung sehingga diyakini mewakili jumlah dan sebaran jumlah TPS dan dapil tersebut.
Urutan operasionalisasinya, sebut Dian, dimulai dari sampling, baru mengumpulkan data berdasarkan basis responden sesuai cara hitung cepat yang dipakai.
“(Sampling), katakanlah kedua cara menggunakan sampel 6.000 TPS, harus diyakini dan dipastikan oleh peneliti jumlah TPS itu adalah representasi dari 80 dapil,” tegas Dian.
Barulah setelah itu muncul sejumlah perbedaan dalam praktik di lapangan. Quick countmendata angka yang didapat dari C1 dari TPS yang menjadi sampel, sementara exit pollmendata pendapat dari satu responden lelaki dan satu responden perempuan dari TPS sampel. #BonusSpesial
Level keyakinan dan margin of error
Faktor berikutnya yang mempengaruhi hasil hitung cepat memakai quick count dan exit poll adalah tingkat kepercayaan (level of confidence) dan rentang angka penyimpangan (margin of error).
“Angka-angka itu tergantung masing-masing lembaga penyelanggara hitung cepat,” kata Dian.
Tingkat kepercayaan yang lazim untuk quick count dan exit poll, sebut Dian, adalah 95 persen dan 99 persen. Ini yang membedakan pula dengan beragam survei lain yang pilihan level of confidencenya bisa 90 persen, 95 persen, atau 99 persen.
Dalam konteks Pemilu 2019, Dian menghitung bila sampel yang dipakai 6.000 TPS dan level of confidence 95 persen maka margin of error-nya di kisaran 1,27 persen.
“Itu ada hitungan matematikanya,” ujar Dian.
Nilai margin of error ini adalah rentang kesalahan yang mungkin terjadi. Artinya, kata Dian, nilai yang didapat bisa bertambah sampai dengan angka margin itu, atau malah sebaliknya berkurang sebanyak margin of error itu.
Tantangan masing-masing cara
Setiap cara yang dikembangkan secara akademis pasti punya plus-minus. Namun, kata Dian, di luar toleransi kesalahan yang dapat dihitung secara matematis masih ada pula kemungkinan kesalahan yang berasal dari operator pelaksananya.
"(Untuk quick count) tantangannya kalau sampai salah sampling lokasi TPS yang ternyata tak merepresentasikan TPS dan dapil secara nasional," ujar Dian.
Ada pula tantangan teknologi untuk pengiriman data, semacam jaringan internet yang tak stabil atau bahkan tidak ada untuk lokasi di luar Pulau Jawa.
Tantangan untuk exit poll, lanjut Dian, lebih banyak lagi. "Karena basis respondennya adalah orang dari TPS yang menjadi sampel," ujar Dian.
Dari situ, tantangan untuk exit poll bisa mulai dari penolakan responden menjawab pertanyaan yang berdampak pada response rate hingga kegagalan peneliti mengajukan pertanyaan yang dapat menggali jawaban yang substantif dari responden. #MudahMenang
"Ibarat kata reporter baru ditugasi wawancara, kadang-kadang ada yang kurang lihai saat mewawancarai narasumber, sehingga jawabannya normatif atau malah menyimpang," ujar Dian memberikan analogi.
Meski begitu, exit poll juga tetap perlu sebagai cara, karena ada ruang untuk bertanya beberapa hal kepada responden, termasuk soal tingkat kepuasan atau persepsinya atas suatu even seperti pemilu.
Kalau yang dikejar semata informasi hasil perhitungan angka, Dian cenderung kepada cara quick count dibandingkanexit poll.
"Selama sampling TPS-nya benar, tidak ada kendala teknologi untuk pengiriman data, hasil yang didapat dari quick count itu secara objektif lebih kuat karena dari C1 di TPS sampel," ujar dia.
Senin, 15 April 2019
KPU: Surat Suara Tercoblos di Malaysia Kriminal
Beritatemangpelangi : Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, menyebut kasus dugaan surat suara tercoblos di Selangor, Malaysia, perbuatan kriminal. Bila kejadian surat suara tercoblos terjadi di wilayah NKRI.
"Itu kriminal, pidana kalau TPS itu di wilayah kita. Tapi itu orang jahat yang ingin mencederai proses pemilu kita di Malaysia," kata Pramono di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Senin, 15 April 2019.
Pramono mengatakan, lokasi ditemukanya surat suara tercoblos bukan di wilayah yuridis Indonesia dan bukan tempat resmi penyimpanan surat suara di Malaysia. Panitia Pemlilu Luar Negeri (PPLN) menyiapkan tiga lokasi untuk penyimpanan surat suara, yaitu di KBRI, Wisma Indonesia, dan Sekolah Indonesia.
Dia menyatakan, jumlah WNI pemilih di Malaysia memang yang terbanyak ketimbang di negara lain. Jumlahnya mencapai 500 ribu pemilih.
"Belum lagi DPK, kalau total penduduk kita di Malaysia bisa mencapai 1 juta," ujarnya.
Pramono memastikan, surat suara tercoblos itu tak akan dihitung sebagai suara sah. Pasalnya surat suara itu sudah keluar dari lokasi penyimpanan seharusnya.
"Surat suara dibawa ke luar itu bagi kami tidak masuk proses pemilu, jadi berapapun surat suara yang dicoblos tidak akan masuk proses hitungan kita," tuturnya. #WebsiteTerpercaya
Kasus temuan tercoblosnya surat suara bermula dari laporan relawan Sekretaris Bersama Satuan Tugas Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi (Satgas BPN PADI), Parlaungan, pada 11 April 2019 pukul 12.48 waktu Malaysia. Ia mengadukan temuan itu melalui pesan Whatsapp kepada Ketua Panwaslu Kuala Lumpur Yaza Azzahara Ulyana.
Yaza lantas mengajak Anggota Panwaslu Kuala Lumpur, Rizki Israeni Nur, menuju ke lokasi. Pukul 13.00, Yaza dan Rizki tiba di lokasi yang beralamat di Taman Universiti Sungai Tangkas Bangi 43000 Kajang, Selangor.
Lokasi itu merupakan lot toko. Di dalamnya terdapat 20 buah tas diplomatik, 10 kantong plastik hitam, dan sekitar 5 karung goni putih dengan tulisan Pos Malaysia. Kantong-kantong itu disebut berisi surat suara.#BonusSpesial
Yaza lantas mencoba membuka kantong secara acak. Ditemukan surat suara tercoblos untuk pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Untuk surat suara anggota legislatif, tercoblos di kolom Partai NasDem pada caleg nomor urut 3.
Selang beberapa jam, Panwaslu Kuala Lumpur kembali menerima informasi dari anggota Satgas BPN PADI. Mereka menyebut ada kasus yang sama di sebuah rumah di kawasan Bandar Baru Bangi, Selangor. Sekitar 15 menit dari lokasi pertama.
Di lokasi kedua itu, Panwaslu menemukan 158 karung dengan isi surat suara sekitar 230 lembar per karungnya. Kali ini surat suara yang tercoblos yaitu untuk capres 01 dan caleg NasDem nomor urut 2. Terdapat juga lembar surat suara tercoblos untuk caleg Demokrat nomor urut 3. #MudahMenang
"Total jumlah di dua lokasi tersebut berjumlah 40-50 ribu surat suara," kata Yaza.